SEJARAH PERJUANGAN HMI*
Sejarah
adalah suatu peristiwa yang benar-benar terjadi dan terdokumentasikan.
Sejarah juga bisa diartikan suatu kebetulan terjadi dimasa lalu dan
benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran
sejarah didukung bukti-bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar
terjadi. Menurut pengamatan serta analisa bahwa sejarah membuat manusia
mengalami romantisme sejarah serta edukatif. Sedang, menurut hemat
penulis manfaat serta kegunaan sejarah adalah sebagai; sumber inspirasi,
aspirasi dan motifasi.
B. Masyarakat arab pra Islam
Jahiliyah
(istilah dipakai untuk menandai masa sebelum Nabi Muhammad SAW lahir),
pola hidup primitif, kabilah-kabilah, nomaden, dalam lingkungan yang
ummi (tidak mengenal baca tulis), bersuku-suku, primordial, jauh dari
peradaban, menyebabkan hidup dalam kegelapan dan tenggelam dalam
kebodohan.
C. Masa Kenabian
# Fase Makkah
Muhammad SAW pada tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan 6 agustus
610 datanglah malaikat jibril yang menyampaikan wahyu pertanda bahwa
beliau dilantik menjadi rasul dan nabi. Beliau mengajak masyarakat ke
arah perubahan akhlak, karena perubahan tersebut sangat urgen. Dimata
Allah SWT yang berbeda hanyalah ketaqwaan saja. Pada fase Makkah ajaran
yang disampaikan berkaitan dengan ketauhidan atau iman, akhlak.
# Fase Madinah
Kaum
muslim yang ada diMadinah ada dua, muhajirin (pendatang dari Makkah)
dan anshor (tuan rumah). Langkah Nabi SAW adalah menyatukan kedua kubu
tersebut dengan mempertalikan hubungan kekeluargaan atau hubungan
persaudaraan antara kaum anshar dan muhajirin. Nabi Muhammad disamping
menjadi pemimpin agama juga menjadi pemimpin negara, pemimpin politik,
dan administrasi yang cakap.
Dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat, yakni, pertama, pembangunan masjid, kedua,
ukhuwah Islamiyah, ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain
non-muslim.
D. Kondisi Islam di Indonesia
Kondisi
ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4
(empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran
Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara
perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan
mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat
saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan
kemajuan zaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka
berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam
masyarakat Indonesia.
E. Kondisi ketika HMI berdiri
Latar Belakang Pemikiran
Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
Setelah
beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan.
Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan
pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika
itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5
Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan
(sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang
dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini
adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang
diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk
mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa
mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Berdirinya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang
mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam
Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane,
dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran
Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran
Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam
pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun
latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan
menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu
itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya.
Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi
masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk
merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai
kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu
menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk
pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan
tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya
melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik
Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan
kemakmuran rakyat.
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan:a. Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia .
b. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
1. Lafran Pane (Yogya),
2. Ahmad Sadali (Lambang HMI)
3. R. M Akbar (Hymne HMI / Medan)
4. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
5. Dahlan Husein (Palembang),
6. Maisaroh Hilal (Singapura),
7. Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang),
8. Mansyur, Siti Zainah (Palembang),
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang),
11. Baidron Hadi (Yogyakarta).
Faktor Pendukung Berdirinya HMI
a) Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b) Pusat Gerakan Islam
c) Kota Universitas/ Kota Pelajar
d) Pusat Kebudayaan
e) Terletak di Central of Java
f) Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
g) Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
h) Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
i) Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
j) Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
k) Ummat Islam Indonesia mayoritas
Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada
dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan
dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sistem yang diterapkan
dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem
pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan
agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan
Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di
Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis.
Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan
Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat
tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan
rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Reaksi
PMY adalah bersifat idiologis, HMI dianggap saingan ketat kehilangan
pengaruh serta kekurangan anggota. Mereka mempropaganda bahwa HMI akan
bubar dan mati tapi kenyataannya mereka yang mati dan bubar.
2. Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)
Reaksi
dari GPII bukan bersifat idologis, tapi kurang pengertian. GPII merasa
dirugikan. Dikatakan bahwa mahasiswa juga pelajar/pemuda, karena GPII
ada sekolah pelajar, maka tidak perlu didirikan organisasi mahasiswa.
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)
Di
kalangan PII banyak terdapat anggota GPII, maka reaksi terdapat
kelahiran HMI terdengar dikalangan PII. Dalam kongres I PII di Surakarta
tanggal 14 s/d 16 juli 1947 Lafran Pane hadir, walaupun tidak diundang
dan duduk dibagian belakang, tidak diperkenankan berbicara atas nama PB
HMI, karena PII menganggap HMI tidak ada.
Makna dari lambang HMI adalaha. Bentuk alif
Sebagai huruf hidup, lambang optimisme kehidupan HMI, hurup alif merupakan angka 1 (satu) lambang tauhid, dasar/semangat HMI
b. Bentuk perisaiLambang kepeloporan HMI
c. Bentuk jantung
Jantung adalah pusat kehidupan manusia. Lambang pungsi perkenalan HMI
d. Bentuk pena
Melambangkan bahwa HMI adalah organisasi mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan
e. Gambar bulan bintang
Lambang keimanan/kejayaan ummat Islam seluruh dunia
f. Warna hijau
Lambang keimanan dan kemakmuran
g. Warna hitam
Lambang ilmu pengetahuan yang tidak terbatas
h. Keseimbangan warna hijau dan hitam
Lambang esensi keseimbangan kepribadian HMI
i. Warna putih
Lambang kemurnian dan kesucian perjuangan HMI
j. Puncak tiga
Lambang Islam, iman, dan ikhsan, lambang iman, ilmu, dan amal
k. Tulisan HMI
Singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam
1. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)
Selama
lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI
barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab
berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang
kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri
tegak dan kokoh.
2. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)
Seiring
dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka
konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang
pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu
Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing,
sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan
PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad
Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan
wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas
pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke
gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat
PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat
menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya
G30S/PKI.
3. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama
para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan
pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan.
Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir
tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas
Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27
Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya
bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas
konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi
adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan
dari Yogyakarta ke Jakarta.
4. Fase Tantangan (1964 – 1965)
Dendam
sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI.
Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI
menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya
PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala
aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi
riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha
yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak
menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa
yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September
1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
5. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)
HMI
sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk
menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha
itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mar’ie Muhammad
memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas
antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada
ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi
KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965
di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI
menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi
KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan
rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut
ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga
tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara
lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono
yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif
al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang
berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta
keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut
berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai
tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
6. Fase Pembangunan (1969 – 1970)
Setelah
Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen
(meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1
April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun
sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan
serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk
partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni
meliputi diantaranya :
1) Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan.
2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.7. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )
Suatu
ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir
dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan
karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing
individu.
Disebutkan bahwa
fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi
geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang
terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern
organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi
persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
Pada
tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic
keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas
umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam
berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran
menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan
kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan
perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan
Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi
Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan
cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
8. Fase Reformasi
Secara
historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi
dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan.
Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan
tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi
pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana
Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50
Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik
yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI
kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan
dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas
Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22
Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa
Yang Bermartabat”.
9. HMI pasca Reformasi – kini
HMI
pasca reformasi hingga kini memang sudah menuai beberapa kemunduran,
dibanding para founding father kita. Namun, untuk meminimalisir hal
tersebut tentu kita harus tetap kembali kepada tujuan HMI, terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah SWT...
Tentu, tantangan
kita hari ini lebih berat, namun bagaimana pun kita menempatkan HMI
sebagai second university yang senantiasa dinamis dan berkesinambungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar